Jumat, 27 Juni 2025

Review Aplikasi Investasi Saham yang Cocok untuk Mahasiswa

Investasi saham kini semakin mudah diakses, bahkan oleh mahasiswa sekalipun. Dengan bermodalkan smartphone dan uang saku yang disisihkan, kamu sudah bisa mulai jadi investor muda. Tapi, dari sekian banyak aplikasi investasi saham yang tersedia, mana yang paling cocok untuk mahasiswa?

Di artikel ini, Finansialforstudent akan mengulas beberapa aplikasi investasi saham yang ramah pemula, mudah digunakan, dan memungkinkan kamu mulai dengan modal kecil. Yuk, simak!


1. Ajaib

Kelebihan:

  • Registrasi 100% online tanpa perlu tatap muka.

  • Minimal pembelian saham sangat terjangkau (mulai dari 1 lot = 100 lembar saham).

  • Antarmuka sangat simpel dan ramah pemula.

  • Ada fitur notifikasi “Ajaib Alert” yang bantu kamu tahu kapan harus beli atau jual.

  • Gratis biaya broker selama 30 hari pertama.

Kekurangan:

  • Edukasi di aplikasi belum terlalu mendalam, perlu belajar tambahan dari luar.

  • Proses penarikan dana bisa memakan waktu 2–3 hari kerja.

Cocok untuk: Mahasiswa yang benar-benar baru mulai dan ingin belajar sambil praktek.


2. IPOT (Indo Premier Online Technology)

Kelebihan:

  • Tidak ada minimum deposit.

  • Banyak fitur analisis teknikal dan fundamental.

  • Terintegrasi dengan reksa dana, jadi bisa diversifikasi portofolio dari satu aplikasi.

  • Edukasi dan webinar tersedia secara gratis.

Kekurangan:

  • Antarmuka kurang ramah untuk pemula, terutama yang belum paham istilah pasar modal.

  • Terlalu banyak fitur bisa membingungkan pengguna baru.

Cocok untuk: Mahasiswa yang serius ingin mendalami dunia investasi dan suka menganalisis data.


3. Stockbit

Kelebihan:

  • Tampilan modern dan interaktif, mirip media sosial investor.

  • Bisa simulasi beli-jual saham lewat fitur virtual trading.

  • Diskusi saham dengan investor lain secara langsung di dalam aplikasi.

  • Fitur grafik dan analisis cukup lengkap.

Kekurangan:

  • Tidak semua informasi diskusi di forum bisa dijadikan acuan investasi (harus tetap kritis).

Cocok untuk: Mahasiswa yang suka belajar dari komunitas dan ingin mencoba simulasi saham dulu.


4. Bibit (untuk alternatif reksa dana)

Kelebihan:

  • Fokus pada reksa dana, cocok sebagai langkah awal sebelum ke saham langsung.

  • Minimum investasi hanya Rp10.000.

  • Tersedia fitur Robo Advisor yang bantu kamu pilih produk sesuai profil risiko.

  • Bebas biaya pembelian.

Kekurangan:

  • Kurang cocok untuk yang ingin belajar transaksi saham langsung di bursa.

Cocok untuk: Mahasiswa yang ingin mulai investasi dengan risiko lebih rendah dan tanpa ribet analisis.


Tips Memilih Aplikasi yang Tepat

Sebelum memilih aplikasi investasi, pertimbangkan beberapa hal berikut:

  1. Legalitas
    Pastikan aplikasi terdaftar dan diawasi OJK (untuk lokal). Untuk aplikasi asing seperti Gotrade, pahami bahwa mereka tidak dijamin oleh otoritas Indonesia.

  2. Minimum Investasi
    Sesuaikan dengan uang saku kamu. Pilih yang tidak butuh deposit besar di awal.

  3. Tampilan & Fitur Edukasi
    Untuk pemula, tampilan simpel dan adanya fitur edukasi bisa sangat membantu.

  4. Tujuan Investasi
    Ingin belajar? Simulasi? Atau langsung bertransaksi? Tentukan dulu niatmu sebelum memilih aplikasi.


Kesimpulan

Investasi saham bukan lagi hal yang eksklusif untuk orang kaya atau profesional. Mahasiswa pun bisa mulai belajar dan menanamkan uangnya secara cerdas. Pilih aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuanmu.

Kalau kamu baru mulai, Ajaib dan Stockbit bisa jadi pilihan aman. Kalau kamu ingin eksplorasi lebih dalam, IPOT layak dicoba. Dan kalau kamu masih ragu untuk langsung ke saham, mulai dari Bibit  bisa jadi alternatif menarik.

Selamat mencoba, dan ingat: investasi bukan tentang cepat kaya, tapi tentang membangun kebiasaan baik untuk masa depan!


Kalau kamu sudah coba salah satu aplikasi di atas, tulis pengalamanmu di kolom komentar ya. Atau kalau ada aplikasi lain yang menurutmu lebih cocok untuk mahasiswa, share juga yuk!

Sabtu, 21 Juni 2025

Apa Itu PER, PBV, dan ROE? Panduan Rasio Saham untuk Pemula

Kamu pernah lihat angka-angka seperti PER 15x atau ROE 20% di aplikasi saham, tapi bingung artinya apa? Jangan khawatir, kamu nggak sendirian. Banyak investor pemula yang merasa rasio-rasio ini rumit. Padahal, memahami rasio seperti PER, PBV, dan ROE bisa sangat membantu kita dalam menilai kualitas saham yang akan kita beli.

Dalam artikel ini, kita akan membahas tiga rasio penting yang wajib kamu kenal saat mulai investasi saham. Bahasa sederhananya dijamin mudah dimengerti!

1. Apa Itu PER (Price to Earnings Ratio)?

PER atau Price to Earnings Ratio adalah rasio yang menunjukkan berapa kali lipat harga saham dibandingkan laba bersih per sahamnya (EPS). Rumusnya: PER = Harga Saham / Laba Bersih per Saham (EPS)

Contoh: Misalnya saham PT ABC harganya Rp 1.500 dan EPS-nya Rp 100, maka: PER = 1.500 / 100 = 15x. Artinya, investor rela membayar 15 kali lipat dari laba per saham yang dihasilkan perusahaan. Semakin tinggi PER, semakin 'mahal' harga saham dibandingkan labanya.

Apa artinya buat investor? PER tinggi bisa berarti saham overvalued, tapi bisa juga karena pasar percaya perusahaan ini akan tumbuh cepat. PER rendah bisa berarti saham undervalued, atau sedang bermasalah.

2. Apa Itu PBV (Price to Book Value)?

PBV atau Price to Book Value mengukur harga saham dibandingkan dengan nilai buku perusahaan (book value). Rumus: PBV = Harga Saham / Nilai Buku per Saham

Contoh: Kalau harga saham PT XYZ Rp 2.000 dan nilai bukunya Rp 1.000 per lembar, maka: PBV = 2.000 / 1.000 = 2x. Artinya, kamu membeli saham itu 2 kali lebih mahal dari nilai bukunya.

Apa artinya? PBV < 1 berarti harga saham lebih murah dari nilai bukunya. PBV > 1 umum terjadi jika pasar menilai prospek perusahaan bagus. Cocok untuk menilai perusahaan padat aset seperti perbankan dan properti.

3. Apa Itu ROE (Return on Equity)?

ROE atau Return on Equity menunjukkan seberapa besar laba yang dihasilkan perusahaan dari modal pemegang saham. Rumus: ROE = Laba Bersih / Ekuitas × 100%

Contoh: PT DEF memiliki laba bersih Rp 100 miliar dan ekuitas Rp 500 miliar. Maka: ROE = (100 / 500) × 100% = 20%. Artinya, dari setiap Rp1 modal, perusahaan mampu menghasilkan laba Rp0,20.

Apa artinya? ROE tinggi (di atas 15%) = perusahaan efisien. ROE rendah (di bawah 10%) = mungkin kurang efisien. Cocok untuk menilai perusahaan yang fokus pada profitabilitas.

Bagaimana Cara Menggunakan Ketiga Rasio Ini?

Gunakan ketiga rasio ini sebagai filter awal. PER sebaiknya di bawah rata-rata industri, PBV masuk akal untuk industrinya, dan ROE di atas 15% lebih baik.

Bonus: Tempat Melihat Rasio-Rasio Ini

Kamu bisa lihat PER, PBV, dan ROE secara gratis di aplikasi seperti RTI Business, IDX Mobile, Stockbit, Bareksa, dan Investing.com.

Kesimpulan

PER, PBV, dan ROE bukan sekadar angka, tapi alat bantu untuk membaca cerita di balik saham. Dengan memahami tiga rasio ini, kamu punya pondasi yang kuat untuk memilih saham berdasarkan analisis, bukan hanya kata orang.

Sudah siap jadi investor yang lebih cerdas?

Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share ke temanmu dan baca artikel lainnya di blog Finansialforstudent ya!

Kamis, 12 Juni 2025

Kenalan dengan Dividen, Passive Income buat di Masa Pensiun

Sebelum berkenalan dengan Dividen, ada baiknya kita mengetahui apa itu Passive Income?

Passive Income atau penghasilan pasif, adalah pendapatan yang didapatkan tanpa harus secara aktif terlibat dalam kegiatan penghasilannya. Pendapatan ini bisa terus mengalir meskipun Anda tidak melakukan pekerjaan atau aktif mengelola sumber pendapatan tersebut secara terus-menerus. Wih, enak banget kan? tanpa kerja kita bisa menghasilkan pendapatan. Nah selanjutnya kita kenalan dengan Dividen. Dividen merupakan Imbal hasil dari perusahaan atau bagian dari laba bersih perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham sebagai imbalan atas investasi mereka. Kalo sudah 2 tahu hal itu, apa selanjutnya yang harus kita lakukan? Sesuai dengan judul, kita ingin mendapatkan Passive Income di Masa Pensiun, masa pensiun setiap individu tentu berbeda, di sini kita pakai contoh Pensiun di Umur 60 yaa, anggap kita Investasi Sejak umur 23 kita sebut saja di sini si A memulai Investasi sejak umur 23 tahun, dan memiliki penghasilan 1 bulan Rp6 juta dan bermimipi untuk tidak ingin bekerja lagi (Ingin menikmati masa tua) tetapi tetap menghasilkan uang 15 juta / bulan dengan Investasi di Saham dan mendapatkan Dividen. kita lihat butuh saving berapa untuk mencapai penghasilan Pasif Rp15 juta/bulan ketika sudah umur 60. 

Step 1 

Hitung Dana yang Dibutuhkan Saat Pensiun

Untuk mendapatkan Rp15 juta per bulan pasif income = Rp180 juta per tahun.

Kita anggap Karakter A mau hidup dari hasil investasi saja, dengan return 6% per tahun, maka:

Maka A, butuh dana Rp3.000.000.000,00 (3 miliar) untuk mencapai Rp 15 juta/bulan di masa Pensiun (60 tahun)

Step 2

Hitung Berapa yang Harus Diinvestasikan Per Bulan

Dengan waktu 35 tahun dan asumsi return rata-rata investasi 10% per tahun, Saham Indonesia banyak yang memberikan Imbal hasil 10% pertahun (namun harus tetap selektif yaa) kita hitung dengan rumus future value of ordinary annuity:

Diketahui:

FV = Rp3.000.000.000

r = 10%/12 = 0.008333

n = 35 × 12 = 420 bulan

Kita hitung P (jumlah yang harus diinvestasikan per bulan).

A harus investasi sekitar Rp970.000 per bulan selama 35 tahun untuk mencapai dana Rp3 miliar. (dengan return investasi konsisten 10% pertahun)

“Jadi, jika kamu adalah si A, kamu ‘cukup’ menyisihkan sekitar Rp970 ribu per bulan dari gaji Rp6 juta kamu — alias hanya 16% dari gaji bulanan — dan konsisten selama 35 tahun ke depan. Dengan asumsi return investasi 10% per tahun, kamu bisa mengumpulkan Rp3 miliar, dan hidup dari penghasilan pasif Rp15 juta per bulan di masa pensiun.”

“Menunda menabung berarti semakin besar angka yang harus kamu kejar. Jadi, lebih baik mulai kecil sekarang daripada menyesal nanti.”

Senin, 02 Juni 2025

Pengalaman Pertamaku Berinvestasi Saham: Dari Skeptis Hingga Melek Finansial

Dulu, saat masih sekolah, aku sama sekali nggak ngerti apa itu investasi. Bahkan untuk sekadar menabung saja, bisa dibilang aku belum terbiasa.

Semua berubah ketika aku mulai kuliah. 

Hari-hari kuliahku berjalan seperti biasa, hingga suatu hari di semester 2 aku mendapat informasi tentang acara “Sekolah Pasar Modal Syariah (SPMS)” yang diselenggarakan di kampus. Dalam hati aku bertanya: apa itu? Sebagai mahasiswa Akuntansi, sejujurnya aku belum benar-benar paham soal investasi, apalagi saham — rasanya seperti perjudian.

Awalnya aku ikut SPMS karena diminta oleh dosen, katanya penting untuk dipahami karena berkaitan dengan materi kuliah. Saat kelas dimulai, kami dikenalkan dengan aplikasi seperti IDX Mobile, diajarkan melihat running trade dan data lainnya. Aku? Jujur, nggak paham sama sekali.

Apalagi ketika pemateri mulai bicara tentang uang ratusan juta, bahkan miliaran dan triliunan. Sebagai mahasiswa baru yang belum punya pemasukan tetap, angka-angka itu terdengar mustahil. Di akhir acara, kami diajak buka RDN (Rekening Dana Nasabah), tapi aku gagal buka karena memang belum niat. Aku masih skeptis.

Tapi ada satu momen yang bikin pikiranku mulai terbuka: saat seminar penutupan, pemateri menampilkan beberapa perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ternyata, ada perusahaan properti besar di kotaku yang sering aku lewati — dan mereka sudah go public! Dari situ aku mulai berpikir: Wah, ini serius ya...

Awal Mula Belajar Investasi

Setelah acara itu, aku mulai penasaran. Aku cari-cari info di internet soal saham, dan akhirnya nemu channel YouTube “Saham dari Nol”. Channel ini keren banget — penjelasannya jelas, runtut, dan pakai bahasa yang gampang dimengerti oleh pemula sepertiku.

Setelah cukup belajar, aku buka akun sekuritas dan beli saham pertamaku. Nggak nyangka, sahamnya untung! Meski cuma sedikit, tapi rasanya bahagia banget. Karena merasa "berhasil", aku langsung all in di satu saham (jangan ditiru ya, ini kesalahan besar 😅). Aku belum paham fundamental perusahaan, belum siap secara mental, dan akhirnya... portofolio merah -20%. Akhirnya aku cutloss.

Itu jadi pelajaran besar buatku: jangan beli kucing dalam karung. Jangan asal ikut-ikutan beli saham tanpa tahu apa yang kamu beli.

Bangkit Lagi dan Belajar Lebih Dalam

Setelah cutloss, aku sempat off dua bulan dari dunia saham. Tapi rasa penasaranku masih besar. Aku terus belajar dari YouTube, nonton podcast, baca buku-buku investasi, bahkan ikut kelas online dari channel Saham dari Nol. Di sana juga ada Discord untuk diskusi bareng investor lain — seru dan banyak insight baru!

Hampir satu tahun berjalan, portofolioku mulai membaik. Dari yang tadinya -20%, sekarang mulai mendekati titik impas (break even point). Nggak mudah, tapi prosesnya sangat berharga.

Pesanku Buat Mahasiswa yang Mau Mulai Investasi

Pahami dulu apa yang kamu beli – Jangan asal beli saham tanpa tahu bisnisnya.

Jangan FOMO dan jangan all in – Diversifikasi itu penting.

Belajar dari sumber yang tepat – Aku sangat merekomendasikan channel YouTube Saham dari Nol untuk pemula.

Mental investasi itu penting – Siapkan mental kalau portofolio merah, dan fokus pada jangka panjang.

Buku & komunitas bisa bantu banget – Jangan takut belajar dari pengalaman orang lain.

Sekarang, aku pengen ajak teman-teman mahasiswa buat mulai melek investasi juga. Nggak harus langsung besar, yang penting mulai dulu. Karena makin cepat kita mengenal dunia investasi, makin besar peluang kita untuk mencapai kebebasan finansial di masa depan.

Kalau kamu tertarik, yuk coba cari tahu lebih lanjut!

Dan kalau kamu punya cerita serupa, boleh banget share di kolom komentar blogku😊😁

CDIA dan COIN jadi IPO paling heboh di tahun 2025, tapi gimana sebenarnya cara beli saham IPO?

Tahun 2025 bisa dibilang penuh euforia di pasar modal Indonesia. Dua IPO besar sukses menarik perhatian investor, yaitu PT Chandra Daya Inve...